Standar Mutu Serat Poliester
Poliester adalah suatu polimer (sebuah rantai dari unit yang berulang-ulang) dimana masing-masing unit dihubungkan oleh sebuah sambungan ester. Sebagai suatu poliester sintetis, bahan utama yang digunakan adalah polyethylene terephthalate (PET), yang di buat dari asam terephthalic dan ethilene glycol (EG). Serat poliester yang bersifat hidrofobik umumnya dicelup dengan zat warna dispersi. Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob. Dalam pemakaiannya, zat warna dispersi memerlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikan zat warna secara merata. Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik dengan memakai metoda zat pengemban, dengan temperatur tekanan tinggi atau dengan cara Thermosol.
Kata kunci : Poliester; zat warna disperse; pencelupan.
Pendahuluan.
Serat polyester merupakan serat sintetis yang banyak digunakan dalam industri khususnya industri tekstil kerena sifatnya yang mudah, murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak. Kelebihan dan kekurangan dari serat polyester ini akan dapat dioptimalkan dengan mencampurnya dengan serat – serat alam atau serat sintetis lainnya, sehingga menambah nilai daya guna. Serat poliester mempunyai sifat hidrofob sehingga untuk mencelupnya harus menggunakan zat warna yang tepat.
Zat warna yang biasa digunakan adalah zat warna dispersi. Zat warna dispersi mula-mula diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh dalam bentuk bubuk. Efektifitas pemakaiannya harus menggunakan zat pembantu sehingga dari segi ekonomisnya harus diperhitungkan.
Historial Poliester.
Poliester ditemukan oleh Wallace Carothers pada tahun 1930. Dan dikembangkan oleh J.R. Whinfield dan J.T. Dickson dari Calico Printers Association. Selanjutnya oleh ICI Inggris dikembangkan dengan nama dagang “Dacron” yang kemudian diikuti oleh Eastman Kodak, Amerika dengan nama dagang “Kodel”.
Sejak saat itu serat poliester berkembang sangat pesat dan merupakan serat sintetis yang paling banyak dibuat karena ternyata serat ini multi guna dan paling cocok dibuat benang campuran dengan segala jenis serat alam terutama wool dan kapas.
Sebagai poliester sitentis, bahan utama yang sekarang digunakan umumnya berasal dari polyethylene terephthalate(PET), yang di buat dari asam terephthalic dan ethilene glycol (EG) atau glicol yang di kopolimerisasikan dengan jenis monomer ester lain. Dacron dibuat dari asamnya sedangkan Terylene dibuat dari dimetil ester asam tereftalat dengan etilena glikol.
Penggunaan dimetil ester asam tereftalat kemungkinan karena pemurniannya lebih mudah dibanding pemurnian asam tereftalat. Seperti dengan Nylon, poliester juga dipintal leleh. Kebutuhan – kebutuhannya sama seperti untuk Nylon, kecuali peralatannya harus mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap panas, karena titik lelehnya lebih tinggi dan perencanaan pengatur udara dalam ruang pemintalan agak berbeda untuk after stretching, poliester harus dipanaskan sampai kurang lebih 90oC.
Definisi Poliester.
Poliester merupakan suatu polimer (sebuah rantai dari unit yang berulang-ulang) dimana masing-masing unit dihubungkan oleh sebuah sambungan ester. Seperti tampak pada gambar dibawah ini :
Nama lazim dari polyester adalah poli(etilen tereftalat). Nama sehari-harinya tergantung pada apakah digunakan sebagai serat atau sebagai material untuk membuat produk seperti botol untuk minuman ringan. Jika digunakan sebagai serat untuk membuat kain, biasanya sering hanya disebut poliester. Terkadang juga dikenal dengan nama perdagangannya seperti Terilen atau Dacron. Jika digunakan untuk membuat botol, misalnya, biasanya disebut PET.
Pembuatan PET
Pada pembuatan PET, reaksi terjadi dalam dua tahap utama, yaitu: tahap pra-polimerisasi dan polimerisasi sesungguhnya. Pada tahap pertama, sebelum polimerisasi terjadi, terbentuk sebuah ester yang cukup sederhana dari asam dan dua molekul etana-1,2-diol sesuai gambar dibawah ini ;
Reaksi pembuatan EG dan DMT dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Reaksi pembuatan EG
Reaksi pembuatan DMT
Reaksi ini dapat di mulai pada 1500C, tetapi dalam banyak hal di lakukan pada 2000C atau lebih untuk meningkatkan laju reaksi. Jadi selama reaksi berlangsung metanol menguap dan juga EG. Jika reaksi tersebut di lakukan dalam sebuah autoklaf, gas yang di hasilkan di dinginkan dan akan mengembunkan EG. Yang kemudian di kembalikan ke autoklaf. Gas yang tertinggal, yang terdiri dari metanol, di dinginkan lebih lanjut supaya mengembun dan di pulihkan kemudian dipindahkan ke bejana polikondensasi dan dipolikondensasikan selama 2700 – 2800 C.
Melalui reaksi kondensasi EG harus diisolir. Untuk melanjutkan reaksi, uap EG harus dihilangkan. Oleh karena itu gas dalam bejana reaksi di buang hingga tekanan uap mencapai 0,5 -1 mmHg mutlak.
Seperti pada nylon, polymer dikeluarkan dari bejana reaksi oleh tekanan gas nitrogen, didinginkan supaya memadat, dan dipotong-potong menjadi flake.
Pada tahun – tahun belakangan ini telah di kembangkan teknik – teknik baru untuk memproduksi Pure Terephtalate Acid (PTA). Oleh karena itu terdapat kecenderungan untuk memakai PTA daripada DMT. Bila menggunakan PTA sebagai bahan mentah akan terdapat beberapa perbedaan sifat – sifat terhadap DMT seperti ; PTA tidak meleleh dan hampir tidak larut dalam glycol. Kecenderungan EG untuk membentuk eter adalah lebih hebat karena suhu reaksi yang lebih tinggi, dan masuknya kedalam rantai polimer sebagai kopolimer yang dapat menurunkan titik leleh dari polimer ini sehingga mengundang beberapa modifikasi tertentu pada proses reaksi.
Mengenai kedua cara untuk DMT dan PTA, telah diselidiki dan dikembangkan cara esterifikasi dan polikondensasi. Ditinjau dari segi ekonomi dan cara kontinuitasnya, penggunaan PTA sebagi bahan baku dianggap sebagai yang paling menguntungkan. Tapi masih terdapat kelemahan dalam stabilitas dan fleksibilitas operasionil.
Pembuatan Poliester.
Bahan baku untuk pembuatan poliester yang sekarang dipakai adalah PTA dan EG dengan rumus molekul sebagai berikut :
Etilena yang berasal dari penguraian minyak tanah dioksidasi dengan udara, menjadi etilena oksida yangkemudian di dehidrasi menjadi etilena glikol.
Asam tereftalat dibuat dari para-xilena yang harus bebas dari isomer meta dan orto. Pemisahan dilakukan dengan kristalisasi, p-xilena membeku pada suhu 250C. Oksida dengan asam Nitrat pada suhu 2200C dan tekanan 30 atmosfer merubah p-xilena menjadi asam tereftalat. Cara lain adalah dengan oksidasi p-xilena dengan udara dan katalisator kobalttoluat pada suhu 200C, menjadi asam toluat yang diesterkan menjadi metil toluat dan oksidasi selanjutnya terjadi monometil tereftalat. Monometil tereftalat atau asam tereftalat diubah menjadi dimetil tereftalat.
Asam tereftalat atau esternya dan etilena glikol dipolimerisasikan dalam tempat hampa udara dan suhu tinggi. Polimer disemprotkan dalam bentuk pita dan kemudian dipotong-potong menjadi serpih-serpih dan dikeringkan.
Pada tahap polimerisasi, ester sederhana ini dipanaskan pada suhu sekitar 260°C dan pada tekanan rendah. Dalam hal ini diperlukan sebuah katalis misalnya senyawa-senyawa antimoni seperti antimoni(III) oksida. Poliester yang terbentuk dan setengah dari etana-1,2-diol dilakukan pembaharuan yang selanjutnya dilepaskan dan disiklus ulang sesuai reaksi :
Bila dimethyl terephtalate (DMT) dipergunakan sebagai bahan mentah, gabungan metanol harus di ubah menjadi EG. Tahap ini disebut penggantian ester.
Pada polimerisasi kondensasi, jika monomer – monomer bergabung bersama, ada sebuah molekul kecil yang hilang. Ini berbeda dengan polimerisasi adisi yang menghasilkan polimer seperti poli(eten) – dimana pada proses ini tidak ada yang hilang ketika monomer-monomer bergabung bersama. Sebuah poliester dibuat dengan sebuah reaksi yang melibatkan sebuah asam dengan dua gugus -COOH, dan sebuah alkohol dengan dua gugus -OH.
Pada poliester umum terdapat: asam benzen-1,4-dikarboksilat (nama lama: asam tereftalat) dan alkohol yaitu etana-1,2-diol (nama lama: etilen glikol).
Senyawa-senyawa ini secara bergantian terbentuk ester dimana masing-masing gugus asam dan masing-masing gugus alkohol, kehilangan satu molekul air setiap kali sebuah sambungan ester terbentuk. Hasilnya sesuai dengan reaksi dibawah kimia ini :
Ester-ester sederhana mudah dihidrolisis melalui reaksi dengan asam atau basa encer. Poliester diserang dengan mudah oleh basa, tetapi jauh lebih lambat oleh asam encer. Hidrolisis dengan air saja sangat lambat sehingga hampir tidak diperhitungkan. (Poliester tidak akan terurai menjadi bagian-bagian kecil jika terkena air hujan). Jika ditumpahkan basa encer pada sebuah kain yang terbuat dari poliester, maka sambungan-sambungan esternya akan putus. Etana-1,2-diol terbentuk bersama dengan garam asam karboksilat. Karena dihasilkan molekul-molekul kecil dan bukan polimer asli, maka serat-serat kain tersebut akan hancur, dan terbentuk sebuah lubang pada kain.
Sebagai contoh, jika mereaksikan poliester dengan larutan natrium hidroksida, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Seperti dengan nylon, poliester juga dipintal leleh. Kebutuhan – kebutuhannya sama seperti untuk nylon, kecuali peralatannya harus mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap panas, karena titik lelehnya lebih tinggi, dan perencanaan pengatur udara dalam ruang pemintalan agak berbeda.
Untuk proses after–stretching, poliester harus dipanaskan sampai kurang lebih 900C. Bagian penarik dari draw-twisterfilamen mempunyai rol penyuapan dan rol – rol penarikan dua tingkat. Benang yang belum di tarik diberi penarikan pendahuluan di antara rol – rol penyuap dan rol penarik pertama, dan kemudian terjadi penarikan utama di rol pertama dan kedua, sementara benangnya di panaskan mulai pada rol pertama, yang permukaannya dipertahankan pada suhu 9000C.
Pada penarikan utama benangnya di lewatkan di atas sebuah flat panas di mana suhu permukaannya dipertahankan pada suhu tetap antara 1300 – 1500C. Tujuan penggunaan plat panas tersebut adalah untuk mempermudah penarikan dan untuk menstabilkan struktur dalam dari serat yang sudah di tarik, sistim kontrol pemanasan dan suhu harus di rencanakan dengan sangat teliti agar suhu rol dan suhu plat panas konstan.
Bagian – bagian utama dari mesin harus kukuh dan dikerjakan dengan ketelitian tinggi untuk mempertahankan kecepatan tarik dan konstan. Perhatian demikian harus diberikan untuk menjamin mutu benang yang rata, mutu yang tidak rata di sebabkan pada tahap ini akan mempengaruhi daya tarik terhadap zat warna, dan menyebabkan pencelupan yang tidak rata atau noda – noda pada kain tenun atau rajut. baca selengkapnya disini dan download SNI Serat Poliester disini
Komentar
Posting Komentar